Menara seluler di atas bukit berkabut

Kabut pagi masih menggantung tebal ketika langkah pertama menjejak tanah basah di kaki bukit. Jalan setapak yang menanjak tampak sepi, hanya suara dedaunan bergesekan pelan dan embusan angin yang menyelinap di antara batang pohon. Tidak ada sambutan, tidak ada penunjuk arah. Hanya satu tujuan: menara seluler yang dikabarkan rusak sejak semalam.



Langkah demi langkah terasa berat, bukan karena medan, tapi karena suasana yang tak biasa. Kabut seolah menutup pandangan, membuat jarak lima meter ke depan tampak seperti dunia lain. Di tengah perjalanan, suara samar terdengar dari balik semak—seperti bisikan, tapi tak jelas kata-katanya. Berhenti sejenak, menoleh, tak ada siapa-siapa. Hanya pohon dan kabut.

Batu kecil tiba-tiba meluncur dari arah atas bukit, menghantam tanah di dekat kaki. Tak mungkin jatuh sendiri. Tak ada angin yang cukup kuat, tak ada binatang yang terlihat. Langkah dipercepat, tapi suara langkah lain terdengar menyusul dari belakang. Ketika menoleh, hanya kabut yang menyambut.

Di pertengahan bukit, suara tangisan lirih terdengar dari arah kanan. Suara itu seperti berasal dari balik pohon besar yang berdiri sendiri, daunnya bergoyang pelan meski udara terasa diam. Tak ada keberanian untuk mendekat. Langkah diteruskan, tapi suara itu mengikuti, kadang berubah menjadi tawa pelan yang mengiris sunyi.

Menjelang puncak, kabut semakin pekat. Menara seluler mulai terlihat samar—tinggi, merah, menjulang seperti penjaga sunyi. Tapi di bawahnya, sosok putih berdiri diam. Tidak bergerak, tidak bersuara. Kain putih lusuh membungkus tubuhnya, wajahnya tak terlihat, hanya dua lubang hitam menghadap lurus ke arah pendaki. Pocong.

Langkah terhenti. Nafas tertahan. Sosok itu menghilang dalam sekejap, seolah terserap kabut. Tapi bau tanah basah dan bunga kamboja tiba-tiba memenuhi udara. Menara kini hanya berjarak beberapa meter, tapi setiap langkah terasa seperti melawan sesuatu yang tak terlihat.

Setelah sampai, tangan gemetar saat menyentuh panel logam menara. Perbaikan dilakukan secepat mungkin, tanpa suara, tanpa pikiran lain kecuali ingin segera turun. Tapi sebelum berbalik, suara berat berbisik di telinga: "Sudah waktunya kau tahu siapa yang menjaga tempat ini."

Tak ada yang terlihat. Hanya kabut, menara, dan jalan pulang yang terasa lebih panjang dari sebelumnya.

Comments