Sumur Tua di Desa Meraung - Bayangan di Bibir Sumur
Di ujung Desa Meraung, tersembunyi di balik semak rimbun dan pohon beringin tua yang menjuntai, berdiri sebuah sumur batu tua yang tak lagi digunakan oleh warga. Setelah peristiwa tragis di mana beberapa penduduk meregang nyawa karena meminum airnya, sumur itu dibiarkan terbengkalai. Namun, bukan hanya karena racun orang-orang menjauh. Ada sesuatu yang lebih dalam, lebih gelap.
Beberapa warga bercerita, saat malam tiba dan angin berdesir pelan, sering terdengar suara lirih dari dalam sumur. Bukan suara air. Tapi ratapan. Seperti suara perempuan menangis... atau tertawa—tak ada yang benar-benar yakin.
Anak-anak desa yang nekat bermain di dekat sumur itu kerap kembali dengan mata kosong dan tubuh menggigil. Ada yang mengaku melihat bayangan duduk di bibir sumur, rambutnya menutupi wajah, kakinya menggantung, tapi tak menyentuh tanah. Bayangan itu hanya menatap ke dalam kegelapan sumur, kadang berbisik lirih, kadang menangis, kadang mendesis marah jika didekati.
Suatu malam, seorang petani yang lewat karena lembunya kabur, bersumpah melihat seorang wanita berdiri di sisi sumur sambil menunjuk ke arahnya. Wajah wanita itu putih pucat, matanya hitam legam tanpa bola mata. Ia tak berkata apa-apa. Tapi ketika petani itu menoleh ke arah lain dan kembali menatap, wanita itu sudah berada tepat di belakangnya. Sejak malam itu, sang petani tak pernah lagi bicara. Mulutnya tak bisa terbuka, seolah dikunci oleh sesuatu yang tak terlihat.
Orang-orang tua di desa percaya, sumur itu bukan sekadar tempat menimba air. Konon, dulunya sumur itu dibangun di atas tanah yang tak bersih. Ada sesajen yang tak dipenuhi. Janji yang dilanggar. Arwah yang tak ikhlas.
Kini, siapa pun yang mendekat terlalu malam, terlalu sunyi, atau terlalu penasaran... mungkin tak akan kembali sendiri. Atau, jika kembali, hanya raganya saja yang pulang.

Comments
Post a Comment