Keluar dari Desa Meraung

Pagi itu kabut turun lebih tebal dari biasanya di Desa Meraung. Embun menggantung di ujung-ujung daun, dan udara terasa berat, seolah menyimpan bisikan yang tak ingin terdengar. Arip berdiri di depan rumahnya yang sudah mulai rapuh, matanya menatap jalan tanah yang membentang ke arah luar desa. Ia sudah lama tak tidur nyenyak. Sejak wabah misterius melanda kampungnya, banyak hal tak masuk akal mulai terjadi—suara tangisan di tengah malam, bayangan yang melintas di sudut mata, dan bau anyir yang muncul entah dari mana.



Arip tahu, ini bukan sekadar penyakit. Kampungnya berubah. Orang-orang mulai mengurung diri, dan beberapa bahkan menghilang tanpa jejak. Ia merasa dikejar sesuatu yang tak terlihat, tapi selalu ada. Sesuatu yang menunggu di balik pohon, di balik dinding, di balik mimpinya.

Ketika Agung datang pagi itu dengan mobil merahnya, Arip merasa sedikit lega. Agung, sahabat lamanya dari kota, datang untuk menjemputnya. “Ayo, banyak kerjaan nunggu di kota. Gak bisa terus-terusan kamu di sini,” kata Agung sambil membuka pintu mobil.

Tanpa banyak bicara, Arip masuk. Mereka melaju pelan di jalan desa yang sepi, melewati rumah-rumah tua dan pohon-pohon yang tampak lebih gelap dari biasanya. Tapi saat roda mobil mulai meninggalkan batas desa, sesuatu terasa salah. Kabut makin pekat, sinyal GPS hilang, dan jalan yang seharusnya menuju kota malah berputar kembali ke tengah desa.

“Gung, kita muter balik aja deh,” kata Arip, suaranya mulai gemetar. Tapi setiap kali mereka mencoba keluar, jalan selalu membawa mereka kembali ke tempat yang sama—sebuah rumah tua di ujung desa yang konon sudah lama kosong.

Malam mulai turun, dan suara-suara aneh mulai terdengar dari dalam hutan. Teriakan. Bisikan. Tawa anak kecil. Mereka sadar, ini bukan sekadar kesalahan arah. Mereka terjebak dalam lingkaran misteri yang tak bisa dijelaskan. Desa Meraung tidak ingin mereka pergi.

Hari berganti minggu. Mereka bertahan hidup dengan makanan seadanya dan tidur bergantian. Kadang, mereka melihat sosok-sosok samar berdiri di kejauhan, hanya untuk menghilang saat didekati. Kadang, suara Agung terdengar dari arah lain, padahal ia sedang duduk di sebelah Arip.

Namun satu hal yang pasti—mereka belum menyerah. Meski desa ini mencoba menelan mereka, Arip dan Agung terus mencari jalan keluar. Mereka tahu, jika berhenti, mereka akan menjadi bagian dari cerita horor yang menghantui Desa Meraung selamanya.

Dan sampai hari ini, mereka masih bertahan. Tapi pertanyaannya bukan lagi bagaimana keluar, melainkan apa yang sebenarnya mengejar mereka?

Comments